. Al-QOLAM : Kewajiban Yang Terabaikan | Al-Qolamu

Al-Qolamu

Inspirasi Pencerah

Al-QOLAM : Kewajiban Yang Terabaikan


Qolam, (sebagian menyebutnya Qalam/Kalam), pensil atau pena ataupun alat-alat yang digunakan untuk menulis sebenarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari wahyu pertama Iqra'. Allah SWT berfirman :

اِقْرَأ بِا سْمِ رَبِّكَ الَّذيْ خَلَقَ ()خَلَقَ الأِ نْسَا نَ مِنْ عَلَقْ()إِقْرَأْ وَ رُبُّكَ الأَكْرَامُ()ا لّذْ ي عَلَّم بِالْقَلَمْ()عَلَمَ الاِ نْسَا نَ مَا لَمْ يَعْلَم

Foto : Dokumentasi Al-Qolam

  1. bacalah dengan nama Tuhan yang menjadikan
  2. Menjadikan manusia dari segumpal darah
  3. Bacalah, dan tuhanmu yang maha pemurah
  4. Yang mengajar dengan qalam
  5. Dia mangajar manusia sesatu yang tidak diketahui

Awalnya Allah memerintahkan Muhammad untuk membaca, bukan berarti saat itu tidak ada manusia yang pandai tulis baca. Justru sejarah mencatat bahwa tulisan telah ada sejak zaman purba. Terus bergerak maju sesuai perkembangan ekonomi dan peradaban, sampai disaat Rasulullah menerima wahyu.

Masalahnya adalah pada masa itu gerakan 'membaca dunia' dalam semua cakupan aspeknya termasuk menelaah, meneliti, merancang, mengembangkan dan sebagainya, kosong dari nilai-nilai religi yang benar. Kebanyakan para pembaca lebih mendewakan akalnya atau lebih mempercayai isme sesat dibanding kepercayaan terhadap kekuasaan supranatural yang hakiki.

Sikap membaca yang demikian melahirkan perilaku-perilaku negatif yang dapat berujung pada terganggunya keseimbangan semesta. Makanya Allah SWT memerintahkan Muhammad untuk membaca itu 'dengan menyebut Nama Tuhan'. Artinya, gerak langkah peradaban yang diawali dengan membaca terseput harus tetap terangkum dalam unsur ilahiyah dengan pengejewantahan setiap unsur di tiap perilaku individu.

penekanan makna membaca dengan mengikutkan Tuhan ini menjadi penting karena Dia lah Sang pencipta, programer yang telah menyusun rule base (Qadha) di lauhil mahfudz sebelum mencptakan manusia.

Sebagai Engginer perancang alam, Allah SWT tahu kemana arah program rancangan dan ciptaanNya ini hendak dibawa, dan Dia telah menggariskan hal itu bahwa manusia Ia ciptakan adalah sebagai khalifah( titisan)-Nya dalam memakmurkan dunia.

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ (٣٠

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".(Q.S.2:30).

Jaminan keberlangsungan program yang disebut sebagai dunia ini direpresentasikan-Nya lewat seperangkat aturan terhadap kahlifah2nya.

Kepatuhan manusia sebagai khalifah-khalifah Tuhan menjadi sesuatu yang absolut dikarenakan besarnya dan kuatnya kekuasaan Sang Creator dibanding manusia, makhluk yang Dia ciptakan hanya sebagai metamorposa dari segumpal darah ('alaq)

Untuk menyempurnakan rancangan-Nya itulah, Allah mengajari ciptaanya dengan al-Qolam, yakni sesuatu yang selalu menorehkan bekas walaupun tanpa tinta.

Di satu sisi, makna pengajaran dengan al-Qolam adalah bahwa apapun yang dipelajari seharusnya mampu memberi 'bekas/guratan' dalam reallita kehidupan, khususnya guratan kebaikan terhadap individu sang pelajar juga bagi masarakatnya. Membekas itu hanya bisa terwujud apabila ilmu yang dipelajari diamalkan.

Di sisi lain, penegasan Allah mengajarkan manusia dengan al-Qolam adalah dalam makna epistimologis bahwa tugas 'mencatat' menjadi suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar. Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan Hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mendektekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya.(QS. al-Baqarah: 282).

Meski mayoritas Ulama tidak menyatakan makna perintah dalam ayat ini sebagai 'Kewajiban', namun bukti empiris menyatakan bahwa melalaikan pencatatan, baik dalam hal jual beli, hutang-piutang dan berbagai transaksi ekonomi, telah menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Termasuk juga dengan pencatatan-pencataan dalam bidang kehidupan lain, selalu saja memberi porsi yang lebih bagi para pemegang bukti tertulis.

Di sinilah kelemahan bangsa ini (Indonesiaku), bangsa yang dihuni oleh seperempat milyar ummat manusia justru dipenuhi oleh para copaster, plagiator ulung yang hanya mampu memproduksi sampah ilmiyah. Ini pula lah yang penulis maksudkan dengan revitalisasi al-Qolam sebagai sebuah kewajiban fundamental yang terabaikan sejak lama.

"Insya Allah dunia akan senantiasa memberikan porsi lebih bagi para penikmat al-Qolam"

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Komentar Anda: