. An-Nisaa 56 Jadi Pintu Hidayah | Al-Qolamu

Al-Qolamu

Inspirasi Pencerah

Home » » An-Nisaa 56 Jadi Pintu Hidayah

An-Nisaa 56 Jadi Pintu Hidayah

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُ‌وا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارً‌ا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُم بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَ‌هَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana" QS.4(an-Nisaa') :56

Secara umum ayat ini bercerita tentang siksaan yang dialami oleh "para pengingkar ayat Allah", yakni dimasukkan ke dalam api neraka dengan menanunggung pedih yang silih berganti, tanpa henti. Setiap kali kulit mereka luluh, selalu muncul kulit baru seperti semula, luluh lagi dan baru lagi, begitu seterusnya.

Siksaan demikian dikarenakan mereka telah "mengingkari ayat-ayat Allah", baik ayat quraniyah (Al-Quran dan sebagainya yang berupa wahyu) maupun ayat kawniyyah segala sesuatu di alam yang dapat membuktikan Keagungan dan kekuasaan Allah Ta'ala. Pengingkaran terhadap ayat quraniyah mencakup semua bentuk penolakan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan ayat, seperti tidak mempercayai isinya, menolaknya sebagai firman Allah, melalaikan pengamalannya, apalagi sampai menentang atau melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan kandungan ayat.

Terkait dengan isi an-nisaa' 56, sampai saat ini logika memang belum bisa menerima kulit yang hancur dapat kembali utuh seperti semula. Namun sebagai muslim, tetap harus meyakini bahwa hal itu mudah bagi Allah dan Dia berbuat sesuai kehendak-Nya (Fa'alu lima yuriid). Ini dogmatis memang, tapi bagi yang mau berfikir, kandungan ayat ini tetap ada gunanya. Bahkan sejumlah pemikiran--walau masih impian--telah mengarah kepada upaya perbaikan jaringan kulit yang rusak dalam hitungan detik. Umpamanya seperti dalam film Terminator, Unisol, dll yang telah mengantarkan produsernya meraup untung besar.

Hal lain yang menarik dari ayat ini adalah bahwa ternyata "kulit" merupakan pusat indera peraba yang terhubung melalui syaraf-syaraf sensorik menuju otak. Sehingga rasa sakit, pedih, panas, dingin, dan sebagainya masuk melalui pintu yang bernama kulit. Ia tersusun atas tiga bagian utama; epidermis sebagai permukaan paling atas kulit, dermis sebagai lapisan tengah yang menjadi tempat pembuluh darah, akar rambut, ujung syaraf dan kelenjar keringat, serta hipodermis (Sub Cutis) sebagai bagian terdalam kulit yang banyak mengandung ujung-ujung pembuluh darah dan syaraf

Pada saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus sub cutis) pintu masuk rasa sakit yang terhubung ke otak tidak ada lagi, sehingga salah satu tandanya yaitu hilangnya rasa nyeri dari pasien. Hal ini disebabkan karena sudah tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent yang mengatur sensasi persefsi.

Berbeda dengan api di dunia yang membakar, menghanguskan dan mematikan, api di neraka ternyata hanya sekedar membakar dan menghanguskan, tapi tidak sampai mematikan, meskipun derajat panasnya melebihi api dunia. Hal ini juga memberikan suatu pemahaman bahwa organ tubuh hanyalah pengantar bagi rasa sakit menuju jiwa. Artinya, jiwalah yang sebenarnya tersiksa atas timpaan rasa sakit bertubi-tubi terhadap raga. Hal ini juga terjadi pada rasa sakit yang terasa dalam kehidupan di dunia. Penyakit fisik lebih dipengaruhi oleh kondisi psikis yang tersakiti, selanjutnya, penyakit fisik akan semakin parah jika kondisi psikis semakin memburuk.

Sesungguhnya rasa sakit itu adanya di dalam jiwa seseorang, bukan di anggota badan. Kulit atau anggota tubuh hanyalah perantara bagi rasa sakit. Yang merasakan sakit adalah jiwa manusia, seperti dalam ungkapan populer saat ini, “Sakitnya itu di sini,” sambil menunjuk dadanya sebagai lambang jiwa. Buktinya lagi, ketika si sakit dibius, ia tidak lagi merasakan sakit. Oleh karena itu, rasa sakit sebenarnya bisa ‘dilawan’ atau ‘dialihkan’, yakni dengan cara melalaikannya. Berarti, semakin lebay ketika sakit, semakin sakitnya terasa; semakin seseorang tegar dan kuat melawan penyakit, semakin rasa sakitnya berkurang.

Ayat 56 ini diakhiri dengan penegasan bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
إِنَّ اللَّـهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا
“Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Penyebutan bahwa Allah Maha Perkasa menunjukkan bahwa kejadian tergantinya kulit yang sudah rusak pada orang-orang di neraka adalah hal yang luar biasa. Bukan hal sepele dan tidak masuk akal bagi pikiran manusia yang terbatas. Allah menyebut diri-Nya sebagai ‘Maha Perkasa’ karena Allah menang dan kuasa dalam membalikkan nalar umum bahwa potensi api itu membakar, menghanguskan dan kemudian mematikan. Ke-maha-perkasa-an dan Allah ini karena Allah mampu memberi gambaran yg menakjubkan dan luar biasa terkait penciptaan api neraka, yaitu: api yg derajat panasnya berlipat ganda dibanding dengan api dunia, tetapi justru tidak mematikan.

Selain itu disebutkan pula bahwa Allah Maha Bijaksana. Dalam ayat ini, hukuman yang ditimpakan oleh Allah kepada orang-orang yang ingkar adalah bentuk kebijaksanaan-Nya kepada makhluk-Nya. Aturan-aturan yang Ia tetapkan dalam kehidupan di dunia adalah untuk kebaikan dan keselamatan manusia sendiri, sehingga pengingkaran yang dilakukan manusia pasti akan mengakibatkan kerusakan baginya baik di dunia maupun di akhirat. Aturan-aturan tersebut kita kenal sebagai syari’at yang dijelaskan dalam ayat-ayat Allah. Maka siksaan yang dialami orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat-Nya adalah bentuk kebijaksanaan-Nya.

Bagaimana kaitan kebijaksanaan dengan siksaan? Mengapa sesudah menggambarkan siksaan yang demikian pedih, Allah justru menyebut diri-Nya sebagai ‘Maha Bijaksana’? Imam ar-Razy menjelaskan bahwa seorang disebut ‘bijak’ karena apa yang dilakukannya benar dan sesuai dengan aturan yang ada. Allah dalam ayat ini patut menyebut dirinya ‘Maha Bijaksana’ karena yang dilakukan-Nya adalah untuk menegakkan aturan demi harmoni kehidupan, yaitu memberi hukuman bagi orang yang mengingkari petunjuk ayat-ayat-Nya, sebagaimana disebut di permulaan ayat.

Apabila penegakan aturan tidak berlaku, justru dipastikan munculnya kekacauan dan kerusakan. Ini juga memberi pengertian, istilah ‘bijaksana’ itu sepatutnya diberikan kepada orang yang taat asas dan aturan, bukan orang yang justru memperlakukan aturan dengan seenaknya dan semaunya. Demikian halnya, memberi hukuman adalah bagian dari kebijaksanaan apabila hal itu dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Ayat yang diwahyukan belasan abad sebelum lahirnya sains modern ini mencengangkan banyak ilmuwan dan membuat tak sedikit dari mereka memeluk Islam. Salah satunya adalah ahli farmakologi Thailand Profesor Tajaten Tahasen, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Chiang Mai Thailand, baru-baru ini menyatakan diri masuk Islam saat membaca makalah Profesor Keith Moore dari Amerika. Keith Moore adalah ahli Embriologi terkemuka dari Kanada yang mengutip surat An-Nisa ayat 56 yang menjelaskan bahwa luka bakar yang cukup dalam tidak menimbulkan sakit karena ujung-ujung syaraf sensorik sudah hilang. Setelah pulang ke Thailand Tajaten menjelaskan penemuannya kepada mahasiswanya, akhirnya mahasiswanya sebanyak 5 orang menyatakan diri masuk Islam.

Sumber :
(1) MADRASAH HUFFADH (huffadhkrapyak.net)
(2) voa-islam.com

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Komentar Anda: