. Mendengar Itu Mutlak | Al-Qolamu

Al-Qolamu

Inspirasi Pencerah

Home » » Mendengar Itu Mutlak

Mendengar Itu Mutlak

"Belajarlah seperti bayi yang baru lahir. Awalnya dia tak tahu dan tak bisa apa-apa. Beberapa minggu kemudian, di mulai mencari sumber suara orang-orang di sekitarnya. Barulah beberapa minggu kemudian, dia akan mengenali berbagai macam warna yang mencolok di sekelilingnya. Belajarlah seperti bayi. Mulailah prosesnya dengan mendengarkan.”

Foto : article.wn.com

Masih ingat dengan kisah Tukang Kayu yang Kehilangan arloji kesayangannnya? puluhan orang telah berusaha mencari, namun setelah sekian lama dan mereka berhenti karena lelah, seorang anak kecil berhasil menemukan arloji yang hilang itu hanya dengan "mendengar" bunyi, "tik tak tik tak".

Untuk bisa melihat dengan jelas keberadaan segenggam kerikil yang baru saja dilemparkan ke dalam kolam, anda harus menunggu gelombang air kolam itu reda dan riaknya berhenti. Begitu pula dengan hati dan pikiran, seringkali kita tidak mampu lagi mendengar kejernihannya justru karena noise-noise yang keluar dari bibir kita sendiri. Terkadang, setelah berondongan kalimat meluncur dari mulut, kita baru sadar bahwa ada diantaranya yang tidak kita inginkan. makanya, kita perlu lebih sering belajar mendengar sebelum berbicara untuk didengar.

Setidaknya ada beberapa alasan bagi setiap muslim untuk senantiasa belajar menjadi pendengar yang baik, yakni :
  1. Setiap orang ingin didengar. Itu artinya "mendengar" adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh semua orang meski banyak yang hanya mau didengar tanpa bersedia mendengar.

  2. Mendengar adalah salah satu pembeda manusia dari makhluk lain (hewan/binatang). Bukankah para penghuni neraka itu salah satu penyebabnya adalah karena mereka tidak mau mendengar? makanya mereka disamakan dengan hewan ternak atau lebih hina lagi.

    ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن والإنس لهم قلوب لا يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم آذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم أضل أولئك هم الغافلون

    “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf [7]: 179)

  3. Kemauan untuk menjadi pendengar yang baik, menjadi sarat seorang muslim dikatakan baik. Kegagalan menjadi pendengar, dicap sebagai orang tuli lagi buta yang tidak tahu apa-apa.
    إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِندَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ

    “Sesungguhnya mahluk bergerak yang bernyawa yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah; orang-orang yang tuli dan bisu yang tidak mengerti apa-apapun. .” (Al-Anfal [8]: 22-23)

  4. Menhjadi pendengar yang baik, menunjukkan kebesaran jiwa seseorang karena dengan begitu ia memperlihatkan penghargaan dan penghormatannya kepada si pembicara.

    Akhlak agung ini pada gilirannya akan mengarah kepada tumbuhnya rasa persaudaraan, kasih sayang, dan saling menghormati. Bahkan "mendengar" dapat meringankan beban psikologis orang-orang yang mengalami depresi, dan sangat mungkin dapat menjadi terapi pengobatan yang efektif.

  5. Banyak akibat buruk yang ditimbulkan oleh sikap tidak mau mendengar. Sebut saja umpamanya kisah karamnya kapal pesiar mewah Titanic pada 14 April 1912 tidak lain bermula dari pengabaian sang kapten, Edward J. Smith untuk mendengar peringatan Frederick Fleet, petugas menara pengintai saat melihat gunung es. Demikian pula dengan kisah bencana yang menimpa ummat terdahulu sebagaimana diceritakan dalam kitab-kitab suci, semuanya disebabkan karena mereka tidak mau mendengar seruan para nabi dan rasul
Mungkin itulah sebabnya kenapa Tuhan seringkali mengecam orang yang tidak mau mendengar sebagai orang "pekak dan bisu" yang senantiasa dalam gulita, tidak lebih mulia bahkan lebih hina dari pada binatang, hingga tidak akan menemukan jalan kebenaran. (lihat QS. al-An'am [6] ayat 39 dan QS. Al-Baqarah [2] ayat 17-18)
Wallahu a’lam bish-shawab.

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Komentar Anda: