. Ada Apa Dengan Ahok? | Al-Qolamu

Al-Qolamu

Inspirasi Pencerah

Home » » Ada Apa Dengan Ahok?

Ada Apa Dengan Ahok?

Sebagai orang awam yang bedomisili jauh dari ibu kota negara, saya memang tidak banyak tahu tentang politik. Namun sejumlah kejanggalan dan sikap-sikap aneh petinggi negeri beberapa bulan terakhir ini tampak sangat "telanjang" mempertunjukkan sesuatu yang berada di luar logika orang sehat.

Sebut saja umpamanya sikap kepolisian yang berbeda dalam penanganan aksi masa antara kubu Bela Islam dan kelompok Bebaskan Ahok. Semua orang tahu bagaimana tegas dan gagahnya pak polisi dalam mencegah, menghalangi bahkan membubarkan aksi Bela Islam yang lewat pukul 18.00.WIB. Namun mereka seolah tidak tahu bahkan terkesan "membiarkan" banyak pelanggaran yang diterobos oleh kelompok bela ahok, meski sampai tengah malam.

Atas dasar "kemanusiaan" dan takut melanggar HAM, para polisi gagah kita hanya bersiaga dan berjaga-jaga kalau-kalau ada pasukan putih yang mengacaukan "suasana haru" kelompok bela penista dalam menyuarakan aspirasinya. Dan terbukti, sejumlah orang berpakaian putih ditahan ketika mereka "muncul" di tengah-tengah aksi bakar lilin dekat tugu jogja.

Banyak tuntutan dikemukakan agar pihak kepolisian segera mengambil sikap dan tindakan tegas terhadap "bukan demo" yang dilakukan tanpa pemberitahuan, melewati batas jam 18.00 dan dilakukan dihari besar agama itu. Dan alhamdulillah, pimpinan kepolisian akhirnya keluar juga dengan pernyataan akan segera memanggil paksa Habieb Ridziq dan bertekat menjadi garda terdepan dalam melawan aksi pemebebasan Habib jika ia ditahan. (Lho... kok gak nyambung....? entah ya...tapi itulah berita yang saya dengar)

Kejanggalan lain adalah sikap menteri hukum yang sangat baik mengunjungi seorang terpidana. Saya menduga itu memang sikap cepat tanggap dari TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) beliau sebagai seorang menteri. Sama halnya dengan berita dipromosikannya para hakim pemutus kasus penistaan, begitu cepat digelontorkan hanya sesaat setelah vonis dijatuhkan. Bagi ketiga hakim itu, apakah benar berita tersebut sebagai promosi atau justru "sangsi mutasi", sekali lagi saya tidak tahu.

Lalu apa sih yang saya tahu? nah itu dia... saya hanya tahu dari media sosial kalau ada orang yang sebelum vonis bersikeras mengajak semua pihak untuk menerima apa pun hasil keputusan pengadilan, lalu setelah putusan ia maki-maki hakim dan pengadilannya. Di antara mereka ada yang nama akunnya Ade Hermando atau Ade Armando dan ada pula akun Ustadz Abu Janda. Entah itu benar mereka, atau hanya akun palsu... lagi-lagi saya tidak tahu.

Makanya.. dari pada anda tambah bingung dengan ketidak-tahuan saya, mungkin anda perlu menyimak tulisan DR. H. Abdul Chair Ramadhan yang diposting oleh nahimunkar.com tertanggal 10 April 2016 berikut :

Kaum China yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah mereka yang lebih loyal kepada negara leluhurnya (RRC) dan memupuk kekayaan hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan cara melawan hukum.


FAKTA bahwa konglomerat China (Taipan) sebagai kelanjutan kapitalisme asing tidak terbantahkan. Kaum China adalah mitra dagang bangsa Belanda sejak pertama berdirinya perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). VOC memanfaatkan kaum China sebagai perantara dalam hubungannya dengan warga pribumi dengan VOC.

Kaum China tinggal berkelompok di kota-kota besar, mengendalikan perdagangan dan sistem distribusi tingkat menengah. Sementara, kegiatan eceran dibiarkan di tangan kaum pribumi. Ini merupakan awal hegemoni kaum China di bidang ekonomi dan perdagangan.

Kondisi tersebut nyaris sama dengan yang terjadi pada saat ini, kaum China menguasai perdagangan di tingkat kota. Pada masa kolonial, investasi kaum China lebih diproyeksikan atas tanah, dan investasi ini adalah salah satu bentuk tertua investasi skala besar. Kemudian terus berlanjut dan berlaku hingga saat ini.

Menurut Handboek 1940 diketahui kaum China menguasai lahan pertanian mencapai paling tidak seluas 149.231 hektar. Jumlah lahan yang demikian luas ini ternyata hanya dikuasai oleh sebanyak 34 orang pemilik, yang berarti rata-rata kepemilikan adalah 4.389 hektar.

Kondisi masa lalu tersebut tidaklah berbeda dengan kondisi saat ini. Konglomerasi China demikian banyak melakukan investasi di sektor agraria, seperti perkebunan, apartemen, real estate, kondominium, dan lain sebagainya. Daerah pesisir (pantai) menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum China, sehingga tidak berlebihan jika disebut ?aerah Pecinan?(China Town). Reklamasi Teluk Jakarta yang sedang tersangkut perkara korupsi dengan mega proyek tanggul laut raksasa (Great Sea Wall) senilai lebih kurang Rp.500 triliun ditengarai menguntungkan dan melindungi proyek-proyek properti yang dibangun di pesisir Jakarta.

Terindikasi tidak kurang dari 16.800 nelayan berikut keluarganya akan terusir apabila Great SeaWall dibangun. Kebijakan reklamasi itu juga penuh dengan kepentingan konglomerat China, dengan membuat 17 pulau buatan yang diatasnya akan dibangun perumahan, hotel, pusat bisnis, perbelanjaan dan lain-lain, jelas menguntungkan pemodal, bukan untuk mensejahterakan masyarakat. Dikabarkan bahwa Agung Podomoro sudah mengeluarkan daftar harga hunian yang akan dibangun di atas pulau Pluit City seluas 160 hektare, dengan harga rumah berkisar antara Rp.3 milyar hingga Rp.6 milyar.

Semangatnya Ahok untuk mencalonkan kembali sebagai Gubernur Jakarta harus dibaca sebagai perpanjangan kepentingan RRC, untuk kepentingan geopolitiknya. Keberadaan Teman Ahok dan Sembilan Naga Taipan sebagai pengusung dan pendukung Ahok adalah sama dengan pola guangxi (pertemanan) dalam aspek budaya pebisnis China perantauan di Indonesia.

Guangxi hanya diterapkan dalam kegiatan bisnis di antara mereka yang didasarkan ikatan emosional yang demikian kuat. Teman Ahok dapat pula kita katakan sebagai Kongsi Taipan, dengan maksud membujuk keakraban dengan penduduk pribumi. Sifat kolektivitas dan persatuan yang dibangun oleh Teman Ahok persis seperti masa dahulu, seperti yang dilakukan kaum Hokchia yakni dalam hal mengumpulkan modal.

Mekanisme sentralnya adalah hui atau yinhui, maksudnya penyimpanan dan pinjaman, yang bisa disebut dengan sistem arisan di masa sekarang ini. Dengan sistem ini, maka para pemberi sumbangan akan berkedudukan pula sebagai pihak yang dipastikan akan mendapatkan prestasi atas apa yang diberikan. Dengan kata lain sumbangan itu adalah investasi bagi anggota kongsi.

Teman Ahok dengan Sembilan Naga Taipan yang mengusung dan mendukung Ahok merupakan kelanjutan dari gerakan China pada masa kolonial Belanda. Hubungan antara etnis China dan RRC sejak tahun 1949 sangat terkait dengan UUD RRC. Pemerintah RRC akan berusaha keras untuk melindungi hak-hak hukum dan kepentingan etnis China perantauan yang tinggal di luar negeri, termasuk di Indonesia.

Hal ini diatur dalam Pasal 58 Program Umum dari Badan Konsultatif Republik China yang digunakan sebagai Undang-Undang Dasar Sementara. Pasal tersebut kemudian diperkuat dengan memasukkannnya ke salah satu pasal dari UUD RRC tahun 1954. Pemerintah China mendorong kaum China perantauan untuk selalu setia kepada negara leluhurnya.

Isu Tionghoa pada masa revolusi, harus menjadi pelajaran bagi kita. Peristiwa G30S/PKI yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ditengarai adanya bantuan PRC, yang melibatkan BAPERKI, organisasi warga China yang berorientasi kiri dan berafiliasi dengan PKI. Akhirnya pemerintah pada saat itu melarang etnis China mengekspresikan identitas dan budaya mereka. Pelarangan menjalankan agama Kong Hu Chu dan mempertunjukkan huruf Tionghoa (kanji) secara terbuka. Melalui berbagai peraturan ditujukan kepada etnis Tionghoa, yakni harus benar-benar menjadi warga Indonesia pribumi.

Sumber dan Image: nahimunkar.com

https://alqolamu.blogspot.com/2017/05/ada-apa-dengan-ahok.html

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Komentar Anda: