. Demokrasi dan Bhinneka Ala Mereka | Al-Qolamu

Al-Qolamu

Inspirasi Pencerah

Home » » Demokrasi dan Bhinneka Ala Mereka

Demokrasi dan Bhinneka Ala Mereka

Lewat sebuah dialog malam ini (5/5), Ismail Hasani, Direktur Setara Insitut menegaskan bahwa seharusnya tidak boleh ada pemilih yang mendasarkan pilihannya kepada agama. Ungkapan seperti itu sering kali dibarengi dengan kata-kata intoleransi, keragaman dan kebebasan beragama.

Sepintas, ungkapan yang memang menjadi buah bibir para tokoh "Islam Fobia" ini sepertinya benar (setidaknya menurut pikiran picik mereka). Entah mereka lupa atau berpura-pura lupa, bahwa tidak ada satu pola demokrasi apa pun di dunia yang membatasi siapa memilih atas dasar apa, kecuali pilihan yang didasari oleh kejahatan seperti money politic dan intimidasi.

Dengan demikian, larangan atau himbauan agar ummat Islam tidak memilih berdasarkan agama, merupakan tindakan "Menjilat Ludah sendiri" oleh para tokoh yang mengatas-namakan pengusung hak asasi. Kalau demokrasi itu adalah hak asasi setiap warga negara, maka atas nama hak asasi pula tidak ada yang boleh membatasi pemilih menggunakan suara berdasarkan keyakinannya, termasuk atas dasar agama, kecuali mereka menganggap agama itu sebagai "Kejahatan"

Sungguh sangat licik namun dangkal, cara-cara tidak terpuji yang digunakan oleh para pembenci Islam untuk mengasingkan ummat di tanah airnya sendiri. Sama halnya dengan isu Bhinneka. Atas nama keberagaman mereka menyerang para penggiat Islam sebagai kalangan intoleran. Bahkan dalam slogan kampanye hitam sang Aho4x (yang sudah ditarik dari peredaran) bahasa intoleran itu meluas kepada aksi anarkis.

Pada kesempatan lain, tanpa merasa bersalah, sang Aho4x pun baru-baru ini juga meledek (menyindir) Boss MNC Group bahwa tidak mungkin kafir menjadi pemimpin. Ia lupa bahwa kejatuhannya sebagai Tiran Jakarta tidaklah sepenuhnya karena isu SARA. Melainkan justru karena sikap arogan dan kata-kata kasarnya yang tidak mencerminkan sikap seorang pemimpin pancasilais. Bukankah sila kedua mengamanatkan agar setiap warga negara itu memiliki sikap kemanusiaan yang adil dan "beradab"?


Itu yang tidak ditemukan pada seorang Aho4x. Ke-beradab-an yang ia libas demi sebuah ambisi, lantang ia ungkap dengan mengatakan. "Jangankan mereka, Ibu saya sendiri akan saya marahi jika bersalah". Apakah sikap seorang anak kepada ibunya yang seperti itu mencerminkan sikap "beradab"? Di bagian berikutnya, kata "keadilan" pada sila kedua PANCASILA itu juga jauh dari seorang Aho4x yang pro pengusaha dan Asing dibanding rakyat Jakarta yang dipimpinnya.

Terlebih menyangkut soal sila pertama, kasus hukum yang menjeratnya saat ini merupakan penentangan yang tegas terhadap asas ketuhanan. Meski telah dibantu secara gotong-royong oleh banyak petinggi negeri, ungkapan Aho4x bahwa "jangan mau dibodohi oleh Al-Quran", "jangan mau dibohongi oleh Ulama" tidak bisa dibantah sebagai penentangan terhadap kebebasan beragama yang mereka gembar-gemborkan.

Meski pun pada akhirnya 9 Mei nanti hakim memutus bebas sang penista, setiap warga negara seharusnya menyadari bahwa BHINNEKA TUNGGAL IKA tidak selayaknya dikemukakan bila harus menentang PANCASILA.

PANCASILA adalah dasar negara. Artinya, semua langkah, cara, sikap dan prilaku berbangsa tidak boleh bertentangan dengannya. Sedangkan BHINNEKA adalah sebuah slogan yang mengikat bangsa Indonesia dalam suatu kesatuan. Tentu saja ikatan yang sesuai dengan PANCASILA. Maka kebhinnekaan yang membabi buta, Bhinneka yang membawa komunism, liberalism, aliran sesat, pengusaha feodal, termasuk tokoh penista dll jelas tidak punya tempat dalam PANCASILA.

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Komentar Anda: