. HIJRAH Yuk | Al-Qolamu

Al-Qolamu

Inspirasi Pencerah

Home » » HIJRAH Yuk

HIJRAH Yuk

Menurut sejarah, Umar bin Khattab pernah dikritik atas surat yang ia kirim karena tidak memuat penanggalan, sehingga tidak diketahui mana surat yang terlebih dahulu mana yang terbaru. Kemudian Umar dan para sahabat lainnya melakukan ijma’, dan setelah bermusyawarah akhirnya menetapkan bahwa tahun pertama hijriyah adalah saat di mana nabi saw dan umatnya hijrah ke Madinah.
Di negeri ini, di negeri berpenduduk muslim terbesar ini, geliat peringatan tahun baru hijriyah jauh berbeda dengan perhelatan menyambut tahun baru masehi. Tak ada terompet dan kembang api. Tak ada spanduk dan baleho besar yang mengucapkan selamat. Bahkan nyaris banyak yang tidak tahu kalau hari ini adalah 1 Muharram.

Selain karena Islam memang tidak mengajarkan perayaan apapun sebagai hura-hura, kenyataan demikian juga disebabkan karena bagi sebagian muslim di sini Islam hanyalah label yang diperoleh secara turun temurun tanpa ada upaya untuk mengamalkan syari'atnya. Persis seperti ramalan Rasulullah tentang keadaan umat Islam akhir zaman, banyak namun hanya menyemak, bak buih di lautan.

”Hampir tiba dimana umat-umat saling memanggil untuk melawan kalian sebagaimana orang-orang saling memanggil untuk menyantap hidangannya. Salah seorang bertanya: apakah karena sedikitnya kami ketika itu?

Rasul menjawab: bahkan kalian pada hari itu banyak akan tetapi kalian laksana buih dilautan dan sungguh Allah mencabut ketakutan dan kegentaran terhadap kalian dari dada musuh kalian dan Allah tanamkan di hati kalian al-wahn. “Salah seorang bertanya: apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: cinta dunia dan membenci kematian” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Konflik dan pembantaian umat Islam di Palestina, Irak, Afghanistan, dan Suriah yang tak kunjung usai, pembantaian dan pengusiran kaum muslim Rohingya, Moro, Uighur, Pattani dan muslim minoritas lainnya jelas menunjukkan kebenaran sabda Rasul tersebut.

Kalaupun di negara-negara lain ummat Islam tidak mengalami konflik demikian, mereka tengelam dalam kesibukkanya sendiri. Tak ada simpati, tak ada kepedulian seolah muslim itu tidak lagi bersaudara. Dan di sini, muslim Indonesia hanyalah boneka demokrasi. Mereka cuma dipakai untuk memperbesar partai, diarak dan didengung-dengungkan namun hidungnya dicucuk tali kekang Elite penguasa.

Dengan bercokolnya sistem demokrasi, aturan hidup dibuat sendiri sesuai keinginan dan kepentingan pribadi tanpa harus mempedulikan kehendak dan aturan tuhan. legalisasi miras dan aborsi, maraknya pornografi dan pornoaksi, upaya pelegalan nikah beda agama, hidup serumah kaum sejenis hingga perbedayaan transaksi ribawi menjadi trending topik yang semakin membutakan ummat ini dari ajaran yang benar.

Media publik memang kerap menyiarkan syi'ar-syi'ar keislaman, namun (entah disengaja atau memang cuma itu yang bisa dijual oleh awak media) para pembicaranya justru melahirkan pendangkalan-pendangkalan aqidah. Da'i-da'i karbitan, muballigh-muballigh amplop dan ustadz-ustadz selebritis menjadi idola baru. Sulit membedakannya dengan para badut, pelawak dan komedian kecuali busana yang mereka gunakan.

Di atas semua carut-marut negeri ini, harapan tentunya tetap harus digelorakan. Karena harapan atas "perubahan" adalah jiwa ataupun roh yang melandasi penetapan "HIJRAHnya Rasul ke Madinah" sebagai awal perhitungan tahun. Bukan dari tahun kelahiran, bukan dari tahun Rasulullah pertama kali di utus, juga tidak diambil dari peristiwa perang Badar atau Fathu Makkah.

HIJRAH dalam Sejarah
Menurut sejarah, Umar bin Khattab pernah dikritik atas surat yang ia kirim karena tidak memuat penanggalan, sehingga tidak diketahui mana surat yang terlebih dahulu mana yang terbaru. Kemudian Umar dan para sahabat lainnya melakukan ijma’, dan setelah bermusyawarah akhirnya menetapkan bahwa tahun pertama hijriyah adalah saat di mana nabi saw dan umatnya hijrah ke Madinah.

Pada hari itu, Jumat tanggal 13 Rabi‘ul Awwal atau 24 September 622 Masehi, setelah melakukan perjalanan panjang dari kota Makkah, akhirnya Rasulullah Saw. tiba di Yatsrib, sebuah kota yang kemudian terkenal dengan nama Madinah Al-Munawwarah.

Rasulullah bersama pengikutnya terpaksa “menyingkir” dari Makkah karena mendapatkan gempuran bertubi-tubi dari kaum kafir Quraisy. Gempuran itu sangat membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa Rasulullah dan para pengikutnya. Kaum kafir Quraisy—terutama para penguasa (elit politik dan elit ekonomi)-nya—tampaknya merasa terancam dengan keberadaan Rasulullah bersama para pengikutnya yang menyiarkan ajaran baru yang (dianggap) membahayakan dan subversib.

Ajaran baru yang bernama agama Islam itu mengajarkan tauhid, kesetaraan, dan keadilan sosial di satu sisi, serta memekikkan perlawanan terhadap rezim politik dan rezim ekonomi yang otoriter, feodal, represif, dan hegemonik di sisi yang lain. Sudah barang tentu, ajaran yang seperti itu sangat menggoyahkan sendi-sendi kekuasaan dan hegemoni para penguasa kafir Quraisy.

Peristiwa berpindah (hijrah)-nya Rasulullah dari Makkah ke Madinah yang sangat bersejarah itulah yang kemudian oleh Khalifah ‘Umar ibn Khaththâb dijadikan sebagai tonggak awal diberlakukannya tahun baru dalam Islam yang disebut tahun Hijriyah (umat Islam Indonesia secara simpel kadang mengucapkannya sebagai tahun “Hijrah”).

Selain merupakan perintah Allah swt, hijrah adalah saat-saat yang dinanti oleh umat Islam. Karena dengan peristiwa hijrah ini Rasulullah dan kaum muslimin dapat melaksanakan ibadah dan ketaatan secara total kepada Allah swt. Dengan hijrah pula umat Islam memiliki kedaulatan tersendiri dan merintis Negara yang kelak menjadi adi daya, besar dan kuat serta luas membentang menguasai 2/3 belahan dunia. Hijrah menjadi kunci pesatnya pertumbuhan Islam.

HIJRAH itu Mutlak
Keberadaan manusia hanya akan punya makna jika ia punya harapan pada hari esok yang lebih baik, indah, dan cerah. Manusia selalu mencita-citakan masa depan yang lebih baik, lebih ramah, dan lebih sempurna. Jika sudah tidak punya harapan lagi, apa artinya hidup bagi manusia?


Sudah terlalu banyak orang yang putus asa dan putus harapan, mengalami stres, depresi, kegilaan, dan krisis eksistensi yang sangat akut. Menurut Viktor Frankl, orang yang tidak bisa memaknai hidupnya—meskipun ia kaya harta dan berkuasa sekali pun—tetap akan mengalami depresi, kekosongan, dan kehampaan yang ujung-ujungnya dia bisa mengalami kegilaan, bahkan melakukan bunuh diri.

Makanya semangat “hijrah” dan “perubahan” perlu dipupuk dan diselaraskan dengan ritme kehidupan yang semakin bergerak cepat, dan kadang tak terduga. Merujuk pada konsep “Revolution of Hope” (Revolusi Harapan) yang dikemukakan oleh Erich From , apapun problem yang dihadapi, manusia harus tetap mempunyai harapan hidup dan optimisme akan kehidupan yang lebih baik dan bermakna.

Itulah hakikat HIJRAH, yakni berubah dan terus bergerak maju. “Sekali berhenti, berarti mati.” begitu tulisan cendikiawan muslim, Mohd. Iqbal mengajak manusia untuk terus-menerus mencari hal-hal baru yang segar, orisinal, dan inovatif. Tidak berhenti berpikir, bergerak, dan mencari, karena di dalamnya ada semangat hidup, gairah, dan eksotisme yang tak terperi. Seorang pengendara sepeda harus tetap berkayuh agar tidak terjatuh.

Rasulullah melakukan hijrah dan ingin mengubah tatanan hidup, kebudayaan, dan peradaban umat manusia yang rendah, primitif, bobrok, kejam, timpang, dan tidak manusiawi, menuju tatanan hidup, kebudayaan, dan peradaban yang sehat, adil, baik, sejahtera, dan manusiawi. Rasulullah menawarkan ajaran Islam sebagai alternatif dan solusi kehidupan yang baik dan sehat.

Dalam konteks Indonesia mutakhir, hijrah dapat berwujud upaya untuk bergerak dan berubah dari jeratan imperialisme modern menuju kemandirian dan kemerdekaan bangsa yang sejati. Perjuangan melawan segala bentuk ketidakadilan, kekerasan, penindasan, narkobaisme, korupsi, perusakan alam, dan kezaliman-kezaliman lainnya yang semakin merajalela.

Pada akhirnya, HIJRAH itu bertujuan untuk menerapkan aturan islam secara kaffah di bawah institusi Khilafah. Hijrah dari penghambaan ke sesama makhluk, ke penghambaan hanya kepada Allah swt. Hijrah dari sistem kehidupan yang sekuler-kapitalistik menuju sistem islam. Dengan terwujudnya suasana kehidupan yang dipenuhi ibadah dan ketaatan, insyaAllah derajat yang tinggi dan kemenangan pun akan diraih.

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ.
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah derajatnya paling tinggi di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”.Qs. At Taubah-20

Referensi :
  1. gebraknews.com "1 Muharram, Momentum untuk Perbaiki Diri"
  2. www.nu.or.id "Kontekstualisasi Semangat Hijrah"
  3. albaity-ilmu.blogspot.com "Selmat Tahun Baru 1436H"

https://alqolamu.blogspot.com/2014/10/hijrah-yuk.html

Terima Kasih Atas Kunjungannya, Silahkan Komentar Anda: